HAMA KUMBANG TANDUK DAN CARA PENGENDALIANNYA

Kumbang Badak merupakan hama utama yang menyerang tanaman kelapa sawit di Indonesia, khususnya di areal peremajaan kelapa sawit. Oryctes rhinoceros menggerek pucuk kelapa sawit yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan rusaknya titik tumbuh sehingga mematikan tanaman (Susanto, 2005).
Kumbang tanduk betina bertelur pada bahan-bahan organik seperti di tempat sampah, daun-daunan yang telah membusuk, pupuk kandang, batang kelapa, kompos, dan lain-lain. Siklus hidup kumbang ini antara 4-9 bulan, namun pada umumnya 4-7 bulan. Jumlah telurnya 30-70 butir atau lebih, dan menetas setelah lebih kurang 12 hari. Telur berwarna putih, mula-mula bentuknya jorong, kemudian berubah agak membulat. Telur yang baru diletakkan panjangnya 3 mm dan lebar 2 mm (Desmendry, 2013).

Larva yang baru menetas berwarna putih dan setelah dewasa berwarna putih kekuningan, warna bagian ekornya agak gelap dengan panjang 7-10 cm. Larva dewasa berukuran panjang 12 mm dengan kepala berwarna merah kecoklatan.

Tubuh bagian belakang lebih besar dari bagian depan. Pada permukaan tubuh larva terdapat bulu-bulu pendek dan pada bagian ekor bulu-bulu tersebut tumbuh lebih rapat. Stadium larva 4-5 bulan (Sulhan, 2015).

Stadia telur, larva dan pupa hidup pada bahan organik seperti kotoran ternak/pupuk kandang, limbah penggergajian kayu/grajen, sekam padi, sampah yang telah melapuk, tunggul kelapa, dan bahan bahan organik lainnya. Imago yang masih muda juga berada dalam sarang-sarang tersebut. Kumbang kelapa O. rhinoceros merupakan hama yang sangat merugikan sehingga mengancam pertanaman kelapa di daerah-daerah tertentu (Mulyono, 2007).

Pengendalian kumbang tanduk secara konvensional dilakukan dengan cara pengutipan dan menggunakan insektisida kimiawi. Namun, cara tersebut dinilai tidak efektif dan menimbulkan pencemaran bagi lingkungan. Sehingga pengendalian dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya seperti Santalus parallelus, Platymerys Laevicollis yang merupakan predator telur dan larva, Agrypnus sp. yang merupakan predator larva, selain itu beberapa jenis nematoda dan cendawan juga menjadi musuh alami kumbang kelapa. 

Cara lain yang dapat digunakan yaitu dengan feromon yang dapat digunakan sebagai insektisida alami untuk mengendalikan kumbang tanduk dengan efektif, ramah lingkungan, dan lebih murah dibandingkan dengan pengendalian secara konvensional (Apriyaldi, 2015). Feromon dipasang pada perangkap hama, ferotrap terdiri atas satu kantong feromon sintetik (Etil-4 metil oktanoate) yang digantungkan dalam ember plastik. Ferotrap tersebut kemudian digantungkan pada tiang kayu setinggi 4 m dan dipasang di dalam areal tanaman kelapa (Gedogan, 2017).

Menurut Sihombing (2014) pengunaan entomopatogen B. thuringiensis, B. bassiana, dan M. anisopliae juga dapat mengendalikan larva O. rhinoceros dengan presentase mortalitas dan infeksi hingga 100 %. Sedangkan menurut Erawati (2016) Metarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana dengan konsentrasi kerapatan spora 10 spora/ml dari Kedu, Jombang, Jember berpotensi sebagai pengendali hayati O. rhinoceros. dan M. anisopliae Jombang memiliki tingkat virulensi tertinggi dengan mortalitas O. rhinoceros 80 % pada 144 jam setelah infeksi.

Jamur M. anisopliae masuk melalui kulit, maka larva kumbang badak instar III lebih rentan karena lebih aktif bergerak dan apabila dalam satu tempat populasi tinggi akan terjadi saling menyerang diantara larva yang menyebabkan luka, sehingga memudahkan penetrasi cendawan dalam tubuh larva (Mangoendiharjo,1970).

jelaskan contoh dari pengendalian hama kumbang tanduk secara mekanik, gejala serangan kumbang tanduk, manfaat kumbang tanduk, morfologi kumbang tanduk, klasifikasi kumbang tanduk, makanan kumbang tanduk, ciri ciri kumbang tanduk, serangan kumbang tanduk pada kelapa sawit

--- Ayo Sawit ---

Previous Post Next Post

Contact Form